SIAPA PUN yang telah mengikatkan
diri dalam tali pernikahan tentunya menginginkan atmosfer rumah tangga
yang harmonis. Maka yang harus dipikirkan pertama kali adalah bagaimana
melakukan harmonisasi hubungan suami-istri. Menjaga keharmonisan
pasangan suami-istri (pasutri) tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan, tapi membutuhkan usaha dan pengorbanan.
Berikut ini adalah sepuluh tips mewujudkan keharmonisan pasutri, sebagaimana ditulis Wafaa‘ Muhammad, dalam kitabnya Kaifa Tushbihina Zaujah Rumansiyyah:
1. Berupaya saling mengenal dan memahami
Perbedaan lingkungan dan kondisi tempat suami atau istri tumbuh
sangat berpengaruh dalam pembentukan ragam selera, perilaku, dan sikap
yang berlainan pada setiap pihak dari yang lain. Hal itu merupakan
kewajiban setiap pasutri untuk memahami keadaan ini dan berusaha
mengetahui serta mengenal pihak lain yang menjadi pasangan hidupnya.
Mereka juga harus mengetahui semua hal yang berkaitan dengan situasi
kehidupan yang mempengaruhi, sehingga dapat maju ke depan dan
mewujudkan keharmonisan.
2. Perasaan timbal-balik
Suami dan istri adalah partner dalam satu kehidupan yang direkatkan
dalam tali pernikahan; satu ikatan suci yang mempertemukan keduanya.
Tak pelak lagi, keduanya harus berbagi suka-duka; membagi kesedihan dan
kegembiraan bersama. Keduanya saling berkelindan untuk menyongsong
satu cita-cita luhur yaitu mewujudkan tatanan kehidupan berdasarkan
aturan Allah dan Rasul-Nya. Untuk memupuk kasih sayang di masing-masing
pihak, suami membutuhkan cinta istri, dan istri pun membutuhkan cinta
suami.
…Suami dan istri harus berbagi suka-duka, membagi kesedihan dan kegembiraan bersama…
3. Setiap pihak harus hormat
Ketika suami atau istri memasuki rumahnya, maka dia layak
mendapatkan penghormatan dan apresiasi dari pasangannya. Hal itu
bertujuan untuk menjaga harkat dan mengangkat prestise pasutri,
sehingga masing-masing merasa nyaman untuk membangun rumah tangga
harmonis. Dalam hal ini, sudah menjadi kewajiban pasutri untuk mencari
poin-poin positif yang dimiliki masing-masing untuk digunakan sebagai
penopang sikap saling menghormati.
4. Berusaha menyenangkan pasangannya
Dalam kehidupan keluarga, bahkan dalam kehidupan sosial secara
general, jika seseorang berusaha mengedepankan dan mengutamakan orang
lain dari dirinya sendiri, maka berarti dia telah menanam benih-benih
cinta dan kedekatan kepada semua orang di sekelilingnya.
Dengan demikian, setiap pasutri disarankan untuk senantiasa
menyenangkan pasangannya, dan mendahulukan serta mengutamakannya dari
dirinya sendiri, demi memperkukuh ikatan cinta kasih di antara
keduanya. Pasalnya, ketika suami melihat istri membaktikan diri untuk
menyenangkan dirinya, tentunya dia akan melakukan sesuatu yang bisa
membuat senang dan gembira hati istri. Hal itu dilakukannya untuk
membalas kebaikan istrinya, atau setidaknya sebagai pengakuan atas
kebaikan tersebut.
5. Mengatasi persoalan bersama
Pernikahan merupakan bentuk relasi partnership dan partisipasi.
Partnership yang berdiri di atas landasan kesamaan tujuan, cita-cita,
sikap, intuisi dan perasaan, serta kolaborasi dan solidaritas dalam
memecahkan setiap persoalan. Setiap masalah yang timbul dalam kehidupan
suami-istri, maka masalah itu dilihat sebagai suatu kecemasan
kolektif.
…Setiap masalah yang timbul dalam kehidupan suami-istri, harus dipandang sebagai suatu kecemasan kolektif…
Paradigma demikian memicu suami agar berusaha bekerja keras dalam
rangka memberikan kehidupan mulia bagi istri dan anak-anaknya. Pun
demikian, istri akan berusaha menjalankan urusan rumah tangga sesuai
prosedur yang disepakati bersama. Upaya yang dilakukan oleh suami dan
istri tersebut merupakan solusi untuk memecahkan masalah bersama. Pun
demikian, baik suami maupun istri tidak perlu menyembunyikan
problemnya, bahkan diperlukan kejujuran dan transparansi demi
menumbuhkan benih-benih kepercayaan dan saling pengertian, sehingga
mudah menemukan solusi. Bisa jadi, permasalahan memiliki dampak positif
untuk meneguhkan ikatan suami-istri.
6. Sikap qana’ah
Di antara tanda keharmonisan cinta pasutri adalah sikap merasa puas dengan yang ada (qana’ah);
merasa puas dengan prasarana hidup yang tersedia. Kelanjutan sikap
manja, kebiasan hidup serba ada, boros dan berfoya-foya pada masa kecil
atau remaja termasuk salah satu faktor yang memicu pertikaian pasutri.
Sikap demikian berlawanan dengan kedewasaan yang menuntut pandangan
realistis tentang kehidupan. Hal-hal picisan dan glamor yang
digembar-gemborkan media publikasi sejatinya tidak akan menciptakan
kebahagiaan. Karena kebahagiaan sejati memancar dari hati dan jiwa
terdalam, bukan bertolak dari aspek-aspek materi yang justru memicu
kesenjangan dan konflik pasutri.
7. Sikap toleransi kedua belah pihak
Sungguh sangat tidak logis jika setiap pihak mengharapkan perilaku
ideal permanen dari pasangannya dalam hubungan rumah tangga, karena
menurut tabiatnya, manusia kadang salah dan benar. Suami atau istri
kadang lupa dan khilaf sehingga kerap mengulangi kesalahan serta
kekeliruannya. Dia mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan,
dan mengulanginya tanpa disadarinya. Jika setiap pihak berkeinginan
untuk menghukum, menghakimi, atau membalas dendam untuk setiap
kesalahan yang dilakukan pasangannya, maka berarti dia merusak fondasi
keharmonisan rumah tangga.
…Kesalahan tidak perlu diikuti dengan tekanan, cacian, dan intimidasi, terutama jika kesalahan itu tidak berkaitan dengan norma-norma keislaman…
Jika kita mencela segala hal, maka kita tidak akan menemukan sesuatu
yang tidak kita cela. Melakukan kesalahan adalah hal lumrah yang hanya
membutuhkan pelurusan, pengarah, dan petunjuk, yang dibarengi dengan
sikap penyesalan dan keinginan untuk berubah lebih baik. Kesalahan tidak
perlu diikuti dengan tekanan, cacian, dan intimidasi, terutama jika
kesalahan itu tidak berkaitan dengan norma-norma keislaman. Yakinlah
bahwa seseorang tidak akan kehabisan cara yang sesuai untuk mengoreksi
kesalahan dan penyimpangan pasangannya. Jalan terbaik dalam hal ini
adalah nasihat yang tenang dan membuat pasangannya merasa bahwa hal itu
adalah untuk kebaikan diri dan keluarganya.
8. Berterus-terang
Sikap terus terang, kejujuran, dan keberanian adalah kunci
kebahagiaan kehidupan rumah tangga yang tidak mungkin nihil dari
kesalahan. Dalam artian, jika Anda melakukan kesalahan, maka yang harus
Anda lakukan adalah bergegas meminta maaf, berani mengakuinya, dan
berjanji tidak akan mengulanginya lagi di kemudian hari. Sikap tersebut
sama sekali tidak berarti menistakan status dan harga diri Anda. Hal
itu justru mendorong pihak lain untuk menghormati, mempercayai, dan
memaafkan Anda.
9. Kepedulian dan solidaritas
Bagian fragmen terindah kehidupan rumah tangga adalah kepedulian dan
solidaritas yang dilakoni suami atau istri dalam menghadapi kesulitan
dengan kesabaran dan perjuangan luar biasa. Tatkala istri berdiri di
samping suaminya, maka suami akan merasa kuat dan penuh percaya diri,
begitu juga sebaliknya. Ketika istri atau suami merasakan bahwa
pasangannya merasa kuat dan percaya diri, maka dia akan merasa jiwanya
diliputi kedamaian dan ketenteraman. Sisi ini pada kenyataannya
merupakan esensi pernikahan dan integrasi batin di antara kedua belah
pihak.
10. Kearifan
Kearifan satu sama lain –hingga pada situasi yang paling suram—
membantu meletakkan fondasi kukuh keharmonisan. Bisa jadi, dikarenakan
sebuah kesalahan, suami atau istri memiliki kemampuan hebat untuk
mencelakai pasangannya, hanya saja kearifan mencegahnya melakukan hal
itu. Kearifan memperkokoh semangat kesepahaman di antara keduanya. Atau
salah satu pasutri mungkin merasa lebih berhak dalam hal tertentu,
namun setelah berpikir ulang tentang hal itu, dia tidak lagi keukeuh mempertahankan pendapatnya yang bisa memicu friksi.
…masalah silih berganti menghampiri. Maka, kearifan adalah benteng kokoh yang melindungi keluarga dari disharmonisasi…
Ketika dia mundur dengan motif kearifan, maka dia berarti
melenyapkan aroma konflik dan perselisihan. Namun jika sikap mau menang
sendiri dan superioritas negatif menggantikan posisi kearifan, maka
kedamaian dan kemapanan kehidupan rumah tangga akan tercederai. Jika
demikian, tak heran jika masalah silih berganti menghampiri. Maka,
kearifan adalah benteng kokoh yang melindungi keluarga dari
disharmonisasi. [ganna pryadha/voa-islam.com]
sumber :http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2010/11/16/7969/10-tips-keharmonisan-pasangan-suamiistri/
sumber :http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2010/11/16/7969/10-tips-keharmonisan-pasangan-suamiistri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kunjungannya.