Laman


Sabtu, 24 September 2011

Pakaianku adalah Pribadiku

" Ajining Raga saka Busana "

yang memiliki arti : " kehormatan badan dilihat daripakain yang di kenakan"

halo para sahabat wanita, kali ini kita akan membicarakan masalah tentang busana lagi, akan tetapi kali ini agak beda  karena kita akan membahas etika berbusana itu sendiri, agar para sahabat wanita bisa paham mengapa dalam Al - Quran juga diatur pakaian untuk wanita muslim.

silahkan simak ungkapa seorang pakar berikut :




Sejarah busana lahir seiring dengan dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Oleh karenanya, busana sudah ada sejak manusia diciptakan. Kesimpulan ini dapat diambil dari firman Allah SWT,

“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.” [1] 
 
Busana memiliki fungsi yang begitu banyak, dari menutup anggota tertentu di tubuh hingga penghias tubuh. Sebagaimana yang telah diterangkan pula oleh Allah dalam Al-Qur’an, yang mengisyaratkan akan fungsi busana, “Wahai anak Adam (manusia), sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi (aurat) tubuhmu dan untuk perhiasan.” [2].

Dari tata cara, bentuk, dan mode berbusana, manusia dapat dinilai kepribadiannya. Dengan kata lain, cara berbusana merupakan cermin kepribadian seseorang.
Konsekwensi sebagai manusia agamis adalah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan agamanya. Salah satu bentuk perintah agama Islam adalah perintah untuk mengenakan busana yang menutup seluruh aurat yang tidak layak untuk dinampakkan pada orang lain yang bukan muhrim [3].

Dari situlah akhirnya muncul apa yang disebut dengan istilah “Busana Muslimah”.

Busana muslimah adalah busana yang sesuai dengan ajaran Islam, dan pengguna gaun tersebut mencerminkan seorang muslimah yang taat atas ajaran agamanya dalam tata cara berbusana. Busana muslimah bukan hanya sekedar simbol, melainkan dengan mengenakannya, berarti seorang perempuan telah memproklamirkan kepada makhluk Allah akan keyakinan, pandangannya terhadap dunia, dan jalan hidup yang ia tempuh, dimana semua itu didasarkan pada keyakinan mendalam terhadap Tuhan Yang Mahaesa dan Kuasa.

***

Budaya dan Esensi Manusia

Berbicara tentang mode, berarti berbicara tentang seni. Berbicara tentang seni, berarti berbicara tentang budaya. Sedangkan pokok bahasan budaya berarti tidak lepas dari pembicaraan tentang manusia, sebagai pelaku sekaligus obyek budaya. Atas dasar itulah, dapat diambil konklusi bahwa, berbicara tentang mode tidak akan lepas dari pembicaraan tentang esensi manusia sebagai pondasi dasarnya, dan kesempurnaan manusia sebagai tujuan akhir segala bentuk ketaatan. Semua ini memiliki hubungan vertikal yang sangat erat kaitannya antara satu dengan lainnya.

Melihat dari fenomena keragaman budaya yang ada di dunia ini, yang terkadang antara satu budaya dengan yang lain saling bertentangan, maka perlu ada parameter khusus yang menjadi tolok ukur persesuaian budaya-budaya yang ada dengan esensi dasar manusia. Sehingga dari situ akan jelas, manakah budaya yang masih sesuai dengan esensi dasar manusia, dan manakah yang telah menyimpang darinya?

Manusia memiliki dua dimensi; dimensi lahiriah (bersifat materi), dan dimensi batiniah (non-materi) yang biasa disebut dengan jiwa/ruh. Menurut pandangan dunia agamis, kesempurnaan sejati manusia bukan terletak pada kesempurnaan sisi materi, akan tetapi, kesempurnaan sisi non-materilah yang menjadi tolok ukur kesempurnaan manusia. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa, esensi dasar manusia pun terletak pada sisi non-materi dan jiwanya. Maka, kesempurnaan manusia terletak pada kesempurnaan jiwa dan ruhnya, bukan terletak pada kesempurnaan sisi materinya. Namun, hal ini bukan berarti sisi materi manusia harus diterlantarkan. Karena bagaimana pun juga, sisi materi dan lahiriah manusia pun memiliki peran penting dalam memberikan lahan pada kesempurnaan jiwanya.

Tanpa dimensi materi, kesempurnaan sejati manusia, yang terletak pada sisi non-materi, tidak akan terwujud. Terbukti, semua ajaran agama tidak akan terlaksana tanpa bantuan sisi zahir dan materi manusia. Sisi non-materi yang menjadi esensi terpenting dari manusia adalah akal dan fitrah. Dengan dua hal itulah, akhirnya manusia dinobatkan sebagai makhluk yang paling utama dari sekian banyak makhluk-makhluk Tuhan. Akal yang lebih banyak berfungsi untuk membedakan baik dan buruk, dan fitrah yang selalu menyeru kepada kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kesempurnaan, adalah modal utama kesempurnaan manusia. Jika dua hal itu diterlantarkan, niscaya manusia tidak layak disebut sebagai manusia seutuhnya.

Agama tidak pernah melarang manusia untuk mengikuti mode. Karena mode dan seni adalah salah satu pengejawantahan dari budaya. Sedangkan budaya adalah bagian primer dari kehidupan manusia, dimana tanpa budaya manusia tidak akan dapat menuju kesempurnaan yang diidamkan oleh hati sanubari setiap manusia berakal sehat. Akan tetapi, Islam adalah agama yang hendak membebaskan manusia dari berbagai bentuk perbudakan dan keterkekangan dari segala macam belenggu, termasuk diperbudak dan dikekang oleh mode. Mode tidak lebih hanya sekedar sarana untuk mencapai kesempurnaan, bukan tujuan utama.

Lantas, mode, seni, dan budaya yang bagaimanakah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan manusia? Hanya budaya yang bersumber dari akal sehat dan fitrah suci manusia saja yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaan sejatinya, bukan dari nafsu hewani yang hanya menjurus pada bidang material saja. Dari situ, dapat diambil benang merah bahwa, segala jenis mode yang bersumber dari akal dan fitrahlah yang mampu menghantarkan manusia untuk dapat menuju kesempurnaannya sebagai manusia. Dengan kata lain, manusia akan menjadi ‘manusia’ dengan budaya akal dan fitrah. Sebaliknya, manusia akan menjadi ‘hewan’ jika hanya menitikberatkan pada budaya hewani yang lebih menonjolkan keindahan zahir dan sisi glamournya saja. [4].

Sebagaimana yang telah diketahui dalam pokok-pokok bahasan teologi bahwa, gabungan antara ajaran akal dan fitrah ini hanya terwujud pada ajaran agama. Dan karena agama di sisi Allah hanyalah Islam [5], 
maka mode, seni, dan budaya yang Islami-lah yang mampu menghantarkan manusia kepada kesempurnaannya.

Dari penjelasan di atas, akhirnya muncul apa yang disebut dengan mode Islami, seni Islami, dan budaya Islam yang “Busana Muslimah” adalah salah satu bagian dari wujud luaran (ekstensi) konsep tersebut. Walaupun dalam perwujudan busana muslimah akan berbeda dan dapat disesuaikan dengan kultur wilayah masing-masing, namun terdapat kriteria universal dan batasan umum sebuah busana agar masuk kategori busana muslimah, antara lain; bukan busana yang membuat ‘menarik perhatian’ atau ‘aneh’, baik dari sisi warna maupun bentuk (syuhrat), tidak transparan, dan lain sebagainya.

Semua ini kembali kepada hikmah yang tersirat dalam hijab Islami, bahwa hijab berfungsi sebagai penjagaan, bukan bentuk pemenjaraan dan pengekangan. Dengan hijab Islami, wanita dikenal dari sisi insanialnya, bukan sisi gendernya. Dengan hijab Islami, wanita dipandang dengan pandangan Ilahi, bukan pandangan syahwani.

***

Etika dan Agama

Sebagaimana klaim konsep Islam sebagai agama paripurna, maka konsekuensinya adalah agama tersebut harus mencakup segala aspek kehidupan manusia. Oleh karenanya, tiada satu fenomena pun di alam ini kecuali terdapat hukumnya dalam agama tersebut, termasuk masalah etika dan budaya. Di sisi lain, dilihat dari segi istilah, kata etika mencakup tata krama (adab) yang disesuaikan dengan kearifan lokal dan adat istiadat setempat. Etika juga mencakup akhlak yang banyak dipengaruhi oleh norma-norma agamis yang bersifat global. Etika dengan pengertian pertama di atas tadi, selama tidak bertentangan dengan ajaran dan norma agama, maka selayaknya dijunjung tinggi dan dilestarikan.

Jadi, sebagai orang agamis, hanya norma dan ajaran agamalah yang menjadi filter atas tata krama dan adat istiadat lokal. Hal itu dikarenakan, keyakinan kita akan kebenaran agama dan konsekwensi kita sebagai pemeluk agama Ilahi. Sedangkan berkaitan dengan etika yang berarti akhlak, dimana Islam sendiri sangat menjunjung tinggi akhlak ini, sehingga disebut sebagai penyebab diutusnya Rasul Islam sebagai penyempurna akhlak mulia, maka dapat dipastikan ia sangat sesuai dengan ajaran akal dan seruan fitrah.

Etika dalam pengertian ini bersifat universal, global, dan tidak dipengaruhi oleh batasan-batasan geografis, budaya lokal dan adat istiadat setempat. Dari sini jelaslah bahwa antara etika, dengan dua pengertian di atas, tidak mungkin terpisah dengan ajaran agama, harus tetap “dalam bingkai ajaran agama” dengan arti yang luas. [6].

Usaha apa pun untuk memisahkan antara etika dan agama dengan mendahulukan salah satu dari yang lainnya, sama halnya dengan pencampakkan agama itu sendiri. Dari sini akhirnya, antara berbusana muslimah dengan menjaga etika Islam pun harus ada keselarasan.

***


Kesimpulan
 

Dari tulisan ringkas ini, dapat diambil kesimpulan bahwa, mode, seni, budaya, dan etika yang masih masuk dalam bingkai ajaran agamalah yang sanggup menghantarkan manusia pada kesempurnaan hakiki sebagai manusia, termasuk dalam masalah mode busana yang berfungsi menjaga etika kepada Allah dan lingkungan sekitar, terkhusus sesama komunitas manusia.


Dari sini pula akhirnya muncul apa yang disebut dengan “Mode Busana Muslimah” yang masih masuk dalam koridor ajaran agama Islam. Dan dikarenakan ajaran agama Islam bersumber dari Dzat Yang Mahasuci dan Sakral [7], maka mode busana yang bersandar pada ajaran sakral itu pun bersifat sakral pula.
Jadi, segala bentuk pelecehan terhadap busana muslimah, dengan berbagai modenya yang masih masuk kategori busana muslimah, sama halnya dengan melecehkan ajaran agama Allah. Selain itu, menyebarkan budaya busana muslimah, sama halnya dengan menyebarkan salah satu ajaran Allah.[kotasantri.com]

 jadi Itulah Sahabat Wanita, sekilas tentang Etika dalam berpakaian ala Muslimah, karenanya tak perlu ragu dan merasa rendah diri dalam memenuhi perintah Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya.